Kategori Alat Konstruksi
KATA PENGANTAR.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenan-Nya lah “CD Sosialisasi Registrasi Alat Berat Konstruksi “ini dapat diterbitkan dalam rangka membantu para Pengguna Jasa,Penyedia Jasa Konstruksi,Perusahaan Penyewaan dan Pemilik alat konstruksi baik perusahaan atau pemilikan perorangan,untuk dapat memahami tentang Registrasi Alat Konstruksi agar dapat melaksanakan Registrasi Secara mandiri dengan system “On Line” di seluruh Indonesia melalui web site: http://www.mpk.binakonstruksi.pu.go.id
CD Sosialisasi ini disusun dari hasil beberapa Tayangan dari workshop Registrasi Alat Konstruksi dengan melibatkan para pengguna, asosiasi perusahaan, produsen, dan distributor alat berat.serta Asosiasi Penyedia Jasa Konstruksi yang berada dibawah kordinasi L.P.J.K.N.
Penyajian CD Sosialisasi Alat Berat Konstruksi ini bertujuan membantu Sosialisasi proses Registrasi Alat Konstruksi bagi Pemilik alat berat konstruksi yang belum sempat mengikuti acara Sosialisasi yang telah di laksanakan oleh Tim MPK.Bina Konstruksi pada masa 2015 dan melengkapi informasi bagi peserta yang telah pernah mengikuti sosialisasi untuk memudahkan dalam pelaksanaannya.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,Direktorat Bina Konstruksi,LPJKN serta semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya CD Sosialisasi Registrasi Alat Konstruksi ini.
Semoga CD ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi seluruh pemangku kepentingan
penyelenggaraan infrastruktur dan sector konstruksi nasional.
Tim Penyusun CD Registrasi Alat Konstruksi
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenan-Nya lah “CD Sosialisasi Registrasi Alat Berat Konstruksi “ini dapat diterbitkan dalam rangka membantu para Pengguna Jasa,Penyedia Jasa Konstruksi,Perusahaan Penyewaan dan Pemilik alat konstruksi baik perusahaan atau pemilikan perorangan,untuk dapat memahami tentang Registrasi Alat Konstruksi agar dapat melaksanakan Registrasi Secara mandiri dengan system “On Line” di seluruh Indonesia melalui web site: http://www.mpk.binakonstruksi.pu.go.id
CD Sosialisasi ini disusun dari hasil beberapa Tayangan dari workshop Registrasi Alat Konstruksi dengan melibatkan para pengguna, asosiasi perusahaan, produsen, dan distributor alat berat.serta Asosiasi Penyedia Jasa Konstruksi yang berada dibawah kordinasi L.P.J.K.N.
Penyajian CD Sosialisasi Alat Berat Konstruksi ini bertujuan membantu Sosialisasi proses Registrasi Alat Konstruksi bagi Pemilik alat berat konstruksi yang belum sempat mengikuti acara Sosialisasi yang telah di laksanakan oleh Tim MPK.Bina Konstruksi pada masa 2015 dan melengkapi informasi bagi peserta yang telah pernah mengikuti sosialisasi untuk memudahkan dalam pelaksanaannya.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,Direktorat Bina Konstruksi,LPJKN serta semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya CD Sosialisasi Registrasi Alat Konstruksi ini.
Semoga CD ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi seluruh pemangku kepentingan
penyelenggaraan infrastruktur dan sector konstruksi nasional.
Tim Penyusun CD Registrasi Alat Konstruksi
Mengenal Leasing
Mengenal Kontrak Leasing di Indonesia
Latar Belakang Leasing bukan merupakan fenomena baru, namun di negara-negara berkembang, inisiatif menawarkan leasing bagi usaha kecil dan mikro masih sangat jarang.
Hal ini sangat mengejutkan mengingat leasing memiliki manfaat besar atas kredit. Manfaat yang paling penting adalah bahwa pengusaha dapat memulai peralatan sebelum mereka benar-benar memilikinya.
Artinya, selama periode pembayaran angsuran leasing, pengusaha telah dapat merealisasikan pendapatan ekstra melalui penggunaan peralatan tersebut.
Manfaat lain adalah bahwa leasing tidak menetapkan (atau sangat sedikit) persyaratan agunan. Ini adalah fitur yang akan membuka pintu bagi banyak pengusaha sukses yang potensial yang melihat aplikasi pinjaman mereka ditolak hanya karena tidak memiliki agunan.
Selain itu manfaat lainnya adalah risiko pengalihan dana risiko yang paling nyata bagi lembaga keuangan mikro dapat dicegah dalam leasing, mengingat pendanaan yang langsung diberikan untuk membeli peralatan tanpa pernah melalui tangan lessee.
Adalah benar bahwa skema leasing memerlukan sistem baru dan latihan khusus untuk staf. Usaha ekstra ini yang diperlukan untuk leasing dapat mengarahkan lembaga keuangan pada pertanyaan kadangkala sudah pada tempatnya apakah mereka dapat menawarkan leasing pada suatu basis yang sehat. Ketidak-pastian tentang basis legal untuk leasing, seperti halnya seputar perpajakan, dapat juga mengecilkan hati lembaga keuangan dari mengembangkan suatu produk leasing. Pedoman ini mencoba untuk menyajikan kepada pembaca dengan gambaran yang lengkap tentang pro dan contra leasing untuk usaha kecil dan mikro, mencakup risiko-risiko untuk lembaga keuangan itu.
A. Perkembangan Leasing di Indonesia 1. Pengertian Menurut keputusan bersama Menteri Keuangan, Meneteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor 30/Kpb/1/74 Tanggal 7 januari 1974, Leasing adalah setiap kegiatan pembiyaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati.
Menurut Keputusan Menteri keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), leasing adalah kegiatan pembiyaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Yang dimaksud finance lease adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan kegiatan leasing nilai sisa yang disepakati.
Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah dimana lessee pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk membeli objek leasing.
Ciri kegiatan sewa guna usaha:
a. Perjanjian antara Lessor dengan Lessee
b. Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee
c. Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset)
d. Lessee mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomis barang tersebut
2. Sejarah Leasing di Indonesia Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance.
Kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto 1988. Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari.
Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN). Leasing di Indonesia mulai muncul pertama kali pada tahun 1974. Pada awal kemunculan leasing ini tidak menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Hingga tahun 1980 jumlah perusahaan leasing yang ada hanya sebanyak 5 buah. Setelah itu di tahun 1981 meningkat menjadi 8 buah perusahaan. Perkembangan ini mencapai puncaknya pada akhir tahun 1984 dengan jumlah perusahaan sebanyak 48 buah. Munculnya lembaga leasing ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini memang sulit didapat dana rupiah untuk jangka waktu menengah dan panjang. Sedangkan melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayaipembelian barang-barang modal dalam jangka pengembalian antara 3 tahun hingga 5 tahun atau lebih. Disamping itu para pengusaha juga memperoleh keuntungan dari adanya peraturan yang berlaku dimana untuk kepentingan pajak transaksi leasing diperhitungkan sebagai operating lease sehingga lease rental dianggap sebagai biaya yang bisa mengurangi pendapatan kena pajak. Ketentuan Modal Leasing Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiyaan yang melakukan kegiatan usaha leasing yang diatur dalam Pakdes 20 Tahun 1988 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988, dimana jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagi berikut: a. Perusahaan swasta nasional sebesar Rp 3 miliar
b. Perusahaan patungan Indonesia-asing sebesar Rp 10 miliar
c. Koperasi sebesar Rp 3 miliar
B. Mekanisme Leasing
Latar Belakang Leasing bukan merupakan fenomena baru, namun di negara-negara berkembang, inisiatif menawarkan leasing bagi usaha kecil dan mikro masih sangat jarang.
Hal ini sangat mengejutkan mengingat leasing memiliki manfaat besar atas kredit. Manfaat yang paling penting adalah bahwa pengusaha dapat memulai peralatan sebelum mereka benar-benar memilikinya.
Artinya, selama periode pembayaran angsuran leasing, pengusaha telah dapat merealisasikan pendapatan ekstra melalui penggunaan peralatan tersebut.
Manfaat lain adalah bahwa leasing tidak menetapkan (atau sangat sedikit) persyaratan agunan. Ini adalah fitur yang akan membuka pintu bagi banyak pengusaha sukses yang potensial yang melihat aplikasi pinjaman mereka ditolak hanya karena tidak memiliki agunan.
Selain itu manfaat lainnya adalah risiko pengalihan dana risiko yang paling nyata bagi lembaga keuangan mikro dapat dicegah dalam leasing, mengingat pendanaan yang langsung diberikan untuk membeli peralatan tanpa pernah melalui tangan lessee.
Adalah benar bahwa skema leasing memerlukan sistem baru dan latihan khusus untuk staf. Usaha ekstra ini yang diperlukan untuk leasing dapat mengarahkan lembaga keuangan pada pertanyaan kadangkala sudah pada tempatnya apakah mereka dapat menawarkan leasing pada suatu basis yang sehat. Ketidak-pastian tentang basis legal untuk leasing, seperti halnya seputar perpajakan, dapat juga mengecilkan hati lembaga keuangan dari mengembangkan suatu produk leasing. Pedoman ini mencoba untuk menyajikan kepada pembaca dengan gambaran yang lengkap tentang pro dan contra leasing untuk usaha kecil dan mikro, mencakup risiko-risiko untuk lembaga keuangan itu.
A. Perkembangan Leasing di Indonesia 1. Pengertian Menurut keputusan bersama Menteri Keuangan, Meneteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor 30/Kpb/1/74 Tanggal 7 januari 1974, Leasing adalah setiap kegiatan pembiyaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati.
Menurut Keputusan Menteri keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), leasing adalah kegiatan pembiyaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Yang dimaksud finance lease adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan kegiatan leasing nilai sisa yang disepakati.
Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah dimana lessee pada akhir kontrak tidak memiliki hak opsi untuk membeli objek leasing.
Ciri kegiatan sewa guna usaha:
a. Perjanjian antara Lessor dengan Lessee
b. Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak lessee
c. Lessee membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset)
d. Lessee mengembalikan barang tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomis barang tersebut
2. Sejarah Leasing di Indonesia Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari beberapa sumber, diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance.
Kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto 1988. Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari.
Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN). Leasing di Indonesia mulai muncul pertama kali pada tahun 1974. Pada awal kemunculan leasing ini tidak menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Hingga tahun 1980 jumlah perusahaan leasing yang ada hanya sebanyak 5 buah. Setelah itu di tahun 1981 meningkat menjadi 8 buah perusahaan. Perkembangan ini mencapai puncaknya pada akhir tahun 1984 dengan jumlah perusahaan sebanyak 48 buah. Munculnya lembaga leasing ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini memang sulit didapat dana rupiah untuk jangka waktu menengah dan panjang. Sedangkan melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayaipembelian barang-barang modal dalam jangka pengembalian antara 3 tahun hingga 5 tahun atau lebih. Disamping itu para pengusaha juga memperoleh keuntungan dari adanya peraturan yang berlaku dimana untuk kepentingan pajak transaksi leasing diperhitungkan sebagai operating lease sehingga lease rental dianggap sebagai biaya yang bisa mengurangi pendapatan kena pajak. Ketentuan Modal Leasing Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiyaan yang melakukan kegiatan usaha leasing yang diatur dalam Pakdes 20 Tahun 1988 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988, dimana jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagi berikut: a. Perusahaan swasta nasional sebesar Rp 3 miliar
b. Perusahaan patungan Indonesia-asing sebesar Rp 10 miliar
c. Koperasi sebesar Rp 3 miliar
B. Mekanisme Leasing